SESANTI

SURA DIRA JAYANINGRAT LEBUR DENING PANGASTUTI

Rabu, 21 Juli 2010

Hidayah / agus darminto

Keinginan menuju hakekat namun menolak untuk belajar dan berkutat masalah syariat, maka hakekat yang diperoleh hanya semu belaka, karena telah nulayani dari kanjeng rosul yang tingkat kema’rifatannya tinggi,yang mana beliau tetap bersyariatan.

Minggu, 18 Juli 2010

tulisanku

Meringkas Buku Pilihan

Lomba yang aku usulkan ini ditujukan para pelajar. Tujuannya, para pelajar gemar membaca. Kompetisinya adalah meringkas buku yang dipilih panitia. Bobot bukunya juga disesuaikan dengan tingkat pelajar. Peserta diberi waktu dua jam untuk membaca. Tempatnya, kalau bisa, pusat keramaian kota. Dari situ dapat diketahui kecepatan dalam menganalisis permasalahan. Kriteria pemenang adalah mereka yang dapat meringkas. Mencakup keseluruhan isi buku dengan cepat. Lomba itu bertujuan untuk melatih para generasi muda agar cepat tanggap dalam menghadapi masalah. ***

Agus Darminto, agus***@gmail.com


JawaPos Deteksi INTERAKTIF Selasa, 12 Agustus 2008
http://www.jawapos.co.id/deteksi/index.php?act=detail&nid=17623

Minggu, 11 Juli 2010

Dari warung makan ke perpustakaan

Minat baca itu...?


Membaca, semua orang pasti mengetahui arti dan fungsi serta manfaatnya. Namun ketika ketika menjumpai banyak orang yang tidak gemar membaca atau tidak mau meluangkan waktu untuk membaca, bukan berarti orang tersebut tidak mengetahui guna, manfaat dan resiko yang ditimbulkan, namun belum memilik semangat untuk melawan kehendak diri yang mengarah ke perilaku malas, atau tidak gemar membaca. Dan banyak yang telah mengetahui bahwa membaca adalah bukan pekerjaan mudah, dan memerlukan waktu serta membosankan. Akan tetapi dengan membaca dapat meningkatkan kualitas kerja, rekreasi, mengasah otak, melatih untuk mengatur waktu. Namun disisi lain masih banyak orang yang enggan menyisihkan waktunya untuk membaca, dengan berbagai macam alasan.


Minat baca laksana nafsu makan, maka tergantung dari rasa lapar, kebutuhan makan, jenis makan, selera makan dan sebagainya. Maka sebagai pustakawan, tidak dapat mengubah kebiasaan sesorang dari tidak suka membaca menjadi suka membaca. Seperti itu juga pemilik warung / rumah makan, tidak dapat menyuruh sesorang untuk lapar atau membeli makannya. Namun ia hanya dapat berusaha menarik perhatian dengan mempercantik tampilan warung dan hidangan, menyediakan layanan yang baik, yang mana bertujuan supaya pelanggan tertarik untuk berkunjung. Maka,sebenarnya yang menjadi titik penting adalah bagimana menyediakan menu yang menarik, sehingga pelangga bernafsu untuk makan, baik dalam keadaan lapar maupun tidak lapar, yang jelas penjual tidak mengetahui, yang penjual ketahui hanyalah, pelanggan membutuhkan makanan sehingga dia sebagai penjual. Harus menyediakan makanan yang dipesan dan memberikan pelayanan yang semenarik mungkin.


Demikian pula perpustakaan, pustakawan hanya dapat menyediakan sarana, informasi, dan layanan yang semenarik mungkin, sehingga pemustaka berkenan untuk berkunjung ke perpustakaan. Dan pustakawan tidak mengetahui, apakah pemustaka dalam membaca adalah karena kebutuhan atau hanya untuk mengisi waktu luang, atau alasan lainnya. Karena dengan penataan yang menarik, koleksi yang sesuai dengan kubutuhan, terawat dengan baik, pelayanan yang kekeluargaan, rasa empati pustakawan dan jiwa yang bersahabat. maka akan menumbuhkan minat kunjung dan tentunya akan merangsang sesorang memiliki semangat untuk membaca dan ingin tahu lebih besar.


Sikap sebagai cerminan profesianalitas



Mengapa dalam hal ini sikap bersahabat dan empati sangat dibutuhkan untuk menarik pemustaka? Perpustakaan adalah gudang informasi yang ditata sedimikian rupa sehingga orang awam akan kebingungan saat mencari atau menggunakan koleksi diperpustakaan. Maka selayaknya pustakawan dapat membantu untuk penelususran dan pemilihan bahan pustaka, tidak sekedar hanya menunjukkan tempat koleksi. Dan berempati kepada pemustaka atas permasalah yang dialami. Hal ini dapat menumbuhkan perasaan kepada pengguna bahwa perpustakaan dapat menjadi jalan keluar permasalahannya.


Empati atas permasalahan yang diajukan pemustaka, merupakan sikap yang perlu ditnujukkan pustakawan, dengan tujuan pemustaka merasa dihargai dan dapat mengurangi beban permasalahannya walupun haya sekedar secara psikologis. Pemustaka hadir keperpustakaan karena ada permasalahan, entah disadari atau tidak, besar ataupun kecil. Namun bukan berarti pusatakawan kemudian menghakimi bahwa setiap pemustaka adalah bermasalah yang berkonotasi negatif. Sehingga dengan adanya rasa empati dan saling keterbukaan antara pemustaka dan pustakawan maka terjadi kerjasama yang saling menguntungkan. Pustakawan tidak merasa minder atau terbelakang, atau merasa paling pandai, dan pemustaka pun demikian, tidak akan canggung untuk berkomunikasi kepada pustakawan.


Seperti layaknya seorang pelayan restoran ia akan menghampiri dan menawarkan sekian banyak menu yang ada dengan segala kelebihan dan kelezatan, serta keunikan. Tentunya bagi pustakawan tidak harus bersikap demikian, namun setidaknya jika ada pemustaka yang bertanya dan berkonsultasi, seharusnya dilayani dengan baik dan penuh rasa empati. Sehingga pemustaka akan merasa dihargai, hal ini penting karena akan mempengaruhi tingkat kepuasan pengguna. Yang mana menjadi tujuan utama dari perpustakaan. Apresiasi yang diberikan kepada pemustaka merupakan cerminan atas loyalitas dan profesionalitas kinerja pustakawan.


Perpustakaan memang dikenal sebagai gudang ilmu pengetahuan, namun bukan berarti sebagai pustakawan kemudian menganggap remeh atau bahkan merasa menggurui terhadap pemustaka yang datang. Disebabkan perasaan yang telah mengetahui banyak pengetahuan. perlu diketahui bahwa pemustaka yang datang memiliki kemampuan dan penguasaan ilmu pengetahuan dengan berbagi tingkatan, bisa jadi lebih pandai dan terampil dari pustakawannya. Maka bukan berarti pula harus bersikap merendah, sehingga merasa bodoh, namun pemustaka yang datang justru dijadikan sebagai teman sharing, dan setiap individu pasti memiliki keunikan dan makna yang akan sangat berarti dan jika dapat memahami, akan berguna baik untuk kinerja maupun program – program perpustakaan.


Ketika hubungan emosional dan saling memberi dan menerima antara pustakwan dan pemustaka, maka informasi akan terdayagunakan secara maksimal dan terkomunikasikan dengan lancar. Hal ini menjadi sebuah indikasi akan keberhasilan kinerja perpustakaan dalam mendistribusikan dan mendayagunakan informasi. Dan hubungan komunikasi ini, harus diawali dari pustakawan, karena bagaimanapun juga pemustaka ibarat pelanggan rumah makan, yang mana harus dijamu, dipersilahkan, dipenuhi kebutuhannya, dihormati, dan tentunya yang memulai untuk menyapa adalah pelayan atau pemilik rumah makan.

Kamis, 08 Juli 2010

Ruangan : Wujud Eksistensi Perpustakaan : Agus Darminto

Dalam mewujudkan perpustakaan yang kondusif maka modal awal yang harus dimiliki adalah semangat untuk mewujudkan iklim membaca dan semangat untuk saling memberi dan kerelaan untuk menerima. Modal awal ini akan menentukan gerak langkah selanjutnya dalam mewujudkan perpustakaan yang kondusif. Kondusif dari segi lingkungan / suasana, koleksi serta komunikasi antara petugas dan pemustaka. dengan kondisi demikian akan dapat menjadikan perpustakaan sebagi pusat informasi dan motor penggerak perkembangan ilmu pengetahuan serta kontrol sosial secara tidak langsung.


Semangat untuk mewujudkan iklim baca, akan dapat menjiwai program dan penyelenggaraan tugas-tugas perpustakaan. Perpustakaan sebagai bagian pengelolaan informasi memiliki tujuan akhir yang salah satunya adalah mewujudkan insan baca. Diharapkan terwujudnya insan baca dapat memberikan semangat dalam menggali lebih lanjut khasanah ilmu pengetahuan. Sehingga secara tidak langsung, perpustakaan menjadi katalisator dalam usaha untuk menggali penemuan-penemuan baru untuk kemaslahatan umat dan tentunya harus dilandasi dengan sikap moral yang baik.


Perpustakaan yang berdayaguna mustahil tanpa adanya sarana berupa ruangan. karena ruangan merupakan sarana pokok dari perpustakaan, ibarat wujud tanpa tempat mustahil di dunia ini. Sebagai wujud kebaradaan perpustakaan maka diperlukan ruangan. Selain itu sebagai tempat menunjukkan kepada pengguna posisi / letak perpustakaan berada. Sehingga elemen awal yang harus di sediakan bahkan diperhatikan adalah ruangan dan hal-hal yang terkait dengannya.


Besar ataupun kecil, pada awalnya bukan menjadi sebuah masalah. Yang terpenting adalah merangkai semua keadaan ruangan menjadi nyaman untuk ditempati. Hal ini dikarenakan ruangan adalah hal yang dipandang pertma kali oleh pengunjung sebelum memandang atau memperhatikan hal yang lain di perpustakaan. Dengan ruangan yang nyaman dan indah maka akan mempengaruhi tingkat kenyamanan pemustaka. Sehingga dengan kondisi psikologis pengguna yang merasa nyaman dan aman dapat mempengaruhi minat baca dan minat kunjung, serta intensitas komunikasi dengan perpustakaan.


Penentuan ukuran ruangan harus disesuaikan dengan kapasitas pengguna, tujuan atau konsep yang akan di terapkan di perpustakaan serta keanekargaman informasi yang akan diolah dan dikomunikasikan kepada pemustaka. Hal ini penting karena akan berpengaruh pada tingkat kenyamanan pengguna yang mana akan mempengaruhi pula kinerja dari perpustakaan sebagai bidang layanan jasa informasi. Dimana kepuasan dalam pelayanan dan saran prasarana menentukan citra dari bidang pelayanan tersebut. Sehingga dalam menentukan besar-kecil ruangan harus bertolak pada hal-hal diatas.


Ruangan, bagi proses penyelenggaraan perpustakaan ibarat syarat wajib, bukan sebuah rukun. Jika dianalogikan dalam hal sholat. Berbeda dengan ruang kelas, ruang kelas dalam proses belajar mengajar adalah rukun, sementara syaratnya adalah ada guru dan murid. Maka bagi pustakawan atau instansi yang menginginkan sebuah perpustakaan yang ideal, persoalan ruangan harus menjadi hal pertama yang harus diperhatikan. Yang mana meliputi letak, posisi, ukuran, tata ruang, warna dan sebagainya. Maka ketika ada instansi yang menghendaki perpustakaan ideal tanpa didukung ruangan yang layak maka ibarat berjalan tanpa menggunakan kaki atau alat bantu berjalan.


Ruangan yang nyaman dan indah adalah idaman atas penyelenggaraan perpustakaan dan hal pertama yang harus diperhatikan, sebelum mengkonsep hal lain. Bukan berarti hal-hal lain seperti sikap pelayanan, efektivitas layanan, jumlah dan jenis koleksi merupakan hal yang harus diabaikan. Namun semuanya harus mendapat perhatian dengan porsi yang cukup. Sikap pelayanan merupakan hal yang berpengaruh pula dalam keberhasilan pelayanan namun jika tidak didukung sarana dan ruangan yang baik,maka juga akan berpengaruh pada kepuasan pengguna


Pentingnya sebuah ruangan tak ubahnya seperti kamar mandi atau WC, orang akan merasa nyaman saat buang air besar jika tempatnya bersih dan rapi. Padahal WC atau kamar mandi adalah tempat buang kotoran, bukan kursi sofa atau ruang tamu. Atau ketika bertamu pada sesorang, maka yang kita lihat pertama kali adalah ruangan dan tata ruang dari pemilik rumah. Karena hal ini dapat mencerminkan kepribadian dan loyalitas kepada tamu demikian pula yang terjadi diperpustakaan.


Pepatah mengatakan “ ajining diri ana ing lati ajining raga ana busana”. Jasmani dan rohani merupakan satu padan dan kedunya membutuhkan pengakuan eksistensi. Ruangan dan sarana penunjangnya laksana jasmani dan sistem pelayanan adalah laksana rohani. Maka ketika orang / pemustaka tidak dapat merasakan eksistensi dari perpustakaan maka yang harus diperhatikan adalah diri atau raga perpustakaan yaitu ruangan. Hal ini ditunjukkan dengan sikap dari pengguna yang merasa tidak nyaman ketika berada di perpustakaan.


Sistem dan tata ruang ibarat gula dengan manisnya, maka tidak dapat dipisahkan, semua saling terkait. Ketika orang akan mengecap manis maka harus makan gula, tanpa ada wujud gula maka tidak ada rasa manis. Ketika ada gula tetapi tidak manis maka eksistensi gula akan tetap diakui namun dia ( gula ) akan lepas perhatian, karena tidak sesuai dengan standart gula yang diinginkan, yang terpenting ada wujud gula, sehingga orang dapat berkata bahwa ini gula. Perkara manis, jika tidak sesuai dapat ditambahkan sari buah.


Dari analog diatas maka yang terpenting adalah perpustakaan didesain sebagus mungkin sesuai dengan selera dan keinginan pengguna, sedangkan sistem merupakan hal kedua yang harus dipikirkan, sehingga dapat menguatkan eksistensi dan keberadaan serta nilai daya guna perpustakaan untuk pengguna. Jadi yang terpenting dalam awal pembentukan sebuah perpustakaan adalah rancangan ruang perpustakaan, karena hal awal yang akan disorot oleh pengguna, skemudian merencanakan sistem pelayanannya.

Kamis, 01 Juli 2010

Warung Buku

Aroma membumbung menyesakkan pandangan
hasrat menggapai menelan nikmat
berdecak, berkelakar dalam bingkai warung buku
mempesona intelektual, terlahir masa depan cerah
namun langkah terserak hingga kini
keberanian perubahan, awal ketertarikan
terpancang rasa merajai tak berkuasa
beranikah memacu aneka persahabatan......!!!!
tinggal warung buku, demi kepuasan keilmuan


Surabaya, sasana dalem pakurmatan
03 april 2010