Dalam mewujudkan perpustakaan yang kondusif maka modal awal yang harus dimiliki adalah semangat untuk mewujudkan iklim membaca dan semangat untuk saling memberi dan kerelaan untuk menerima. Modal awal ini akan menentukan gerak langkah selanjutnya dalam mewujudkan perpustakaan yang kondusif. Kondusif dari segi lingkungan / suasana, koleksi serta komunikasi antara petugas dan pemustaka. dengan kondisi demikian akan dapat menjadikan perpustakaan sebagi pusat informasi dan motor penggerak perkembangan ilmu pengetahuan serta kontrol sosial secara tidak langsung.
Semangat untuk mewujudkan iklim baca, akan dapat menjiwai program dan penyelenggaraan tugas-tugas perpustakaan. Perpustakaan sebagai bagian pengelolaan informasi memiliki tujuan akhir yang salah satunya adalah mewujudkan insan baca. Diharapkan terwujudnya insan baca dapat memberikan semangat dalam menggali lebih lanjut khasanah ilmu pengetahuan. Sehingga secara tidak langsung, perpustakaan menjadi katalisator dalam usaha untuk menggali penemuan-penemuan baru untuk kemaslahatan umat dan tentunya harus dilandasi dengan sikap moral yang baik.
Perpustakaan yang berdayaguna mustahil tanpa adanya sarana berupa ruangan. karena ruangan merupakan sarana pokok dari perpustakaan, ibarat wujud tanpa tempat mustahil di dunia ini. Sebagai wujud kebaradaan perpustakaan maka diperlukan ruangan. Selain itu sebagai tempat menunjukkan kepada pengguna posisi / letak perpustakaan berada. Sehingga elemen awal yang harus di sediakan bahkan diperhatikan adalah ruangan dan hal-hal yang terkait dengannya.
Besar ataupun kecil, pada awalnya bukan menjadi sebuah masalah. Yang terpenting adalah merangkai semua keadaan ruangan menjadi nyaman untuk ditempati. Hal ini dikarenakan ruangan adalah hal yang dipandang pertma kali oleh pengunjung sebelum memandang atau memperhatikan hal yang lain di perpustakaan. Dengan ruangan yang nyaman dan indah maka akan mempengaruhi tingkat kenyamanan pemustaka. Sehingga dengan kondisi psikologis pengguna yang merasa nyaman dan aman dapat mempengaruhi minat baca dan minat kunjung, serta intensitas komunikasi dengan perpustakaan.
Penentuan ukuran ruangan harus disesuaikan dengan kapasitas pengguna, tujuan atau konsep yang akan di terapkan di perpustakaan serta keanekargaman informasi yang akan diolah dan dikomunikasikan kepada pemustaka. Hal ini penting karena akan berpengaruh pada tingkat kenyamanan pengguna yang mana akan mempengaruhi pula kinerja dari perpustakaan sebagai bidang layanan jasa informasi. Dimana kepuasan dalam pelayanan dan saran prasarana menentukan citra dari bidang pelayanan tersebut. Sehingga dalam menentukan besar-kecil ruangan harus bertolak pada hal-hal diatas.
Ruangan, bagi proses penyelenggaraan perpustakaan ibarat syarat wajib, bukan sebuah rukun. Jika dianalogikan dalam hal sholat. Berbeda dengan ruang kelas, ruang kelas dalam proses belajar mengajar adalah rukun, sementara syaratnya adalah ada guru dan murid. Maka bagi pustakawan atau instansi yang menginginkan sebuah perpustakaan yang ideal, persoalan ruangan harus menjadi hal pertama yang harus diperhatikan. Yang mana meliputi letak, posisi, ukuran, tata ruang, warna dan sebagainya. Maka ketika ada instansi yang menghendaki perpustakaan ideal tanpa didukung ruangan yang layak maka ibarat berjalan tanpa menggunakan kaki atau alat bantu berjalan.
Ruangan yang nyaman dan indah adalah idaman atas penyelenggaraan perpustakaan dan hal pertama yang harus diperhatikan, sebelum mengkonsep hal lain. Bukan berarti hal-hal lain seperti sikap pelayanan, efektivitas layanan, jumlah dan jenis koleksi merupakan hal yang harus diabaikan. Namun semuanya harus mendapat perhatian dengan porsi yang cukup. Sikap pelayanan merupakan hal yang berpengaruh pula dalam keberhasilan pelayanan namun jika tidak didukung sarana dan ruangan yang baik,maka juga akan berpengaruh pada kepuasan pengguna
Pentingnya sebuah ruangan tak ubahnya seperti kamar mandi atau WC, orang akan merasa nyaman saat buang air besar jika tempatnya bersih dan rapi. Padahal WC atau kamar mandi adalah tempat buang kotoran, bukan kursi sofa atau ruang tamu. Atau ketika bertamu pada sesorang, maka yang kita lihat pertama kali adalah ruangan dan tata ruang dari pemilik rumah. Karena hal ini dapat mencerminkan kepribadian dan loyalitas kepada tamu demikian pula yang terjadi diperpustakaan.
Pepatah mengatakan “ ajining diri ana ing lati ajining raga ana busana”. Jasmani dan rohani merupakan satu padan dan kedunya membutuhkan pengakuan eksistensi. Ruangan dan sarana penunjangnya laksana jasmani dan sistem pelayanan adalah laksana rohani. Maka ketika orang / pemustaka tidak dapat merasakan eksistensi dari perpustakaan maka yang harus diperhatikan adalah diri atau raga perpustakaan yaitu ruangan. Hal ini ditunjukkan dengan sikap dari pengguna yang merasa tidak nyaman ketika berada di perpustakaan.
Sistem dan tata ruang ibarat gula dengan manisnya, maka tidak dapat dipisahkan, semua saling terkait. Ketika orang akan mengecap manis maka harus makan gula, tanpa ada wujud gula maka tidak ada rasa manis. Ketika ada gula tetapi tidak manis maka eksistensi gula akan tetap diakui namun dia ( gula ) akan lepas perhatian, karena tidak sesuai dengan standart gula yang diinginkan, yang terpenting ada wujud gula, sehingga orang dapat berkata bahwa ini gula. Perkara manis, jika tidak sesuai dapat ditambahkan sari buah.
Dari analog diatas maka yang terpenting adalah perpustakaan didesain sebagus mungkin sesuai dengan selera dan keinginan pengguna, sedangkan sistem merupakan hal kedua yang harus dipikirkan, sehingga dapat menguatkan eksistensi dan keberadaan serta nilai daya guna perpustakaan untuk pengguna. Jadi yang terpenting dalam awal pembentukan sebuah perpustakaan adalah rancangan ruang perpustakaan, karena hal awal yang akan disorot oleh pengguna, skemudian merencanakan sistem pelayanannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar